Wednesday, June 27, 2012

"Canggihnya" Blackberry


Titip surat lewat pak pos. Demikian yang sering saya lakukan saat masih sekolah ketika ingin bertukar kabar dengan teman-teman yang tinggal di luar kota dan negara lain. Saat pak pos datang ke rumah mengantar balasan surat dari kawan, saya senang karena dua hal. Dapat cerita baru dari teman dan tambahan koleksi prangko. Saya memang filatelis. Saling bertukar cerita lewat surat ini saya lakukan hingga lulus Sekolah Menengah Atas. Lalu seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi, saya pun beralih ke radio panggil. Pager, begitu namanya. Bentuknya segi empat, lebih besar sedikit dari kotak korek api, warna-warni yang bisa dipilih sesuai keinginan si pemakai. Untuk mengirim pesan harus mengubungi operator di nomor yang sudah ditentukan. Si pengirim pesan memberitahukan nomor ID caller pemilik pager, sebutkan pesan yang mau disampaikan lalu operator akan mengulang sebelum dikirim. Pesan akan sampai di pager si pemilik sesaat setelah operator mengirimkannya. 

sumber gambar di sini
Bisa dibilang sistem komunikasi ini tidak langsung menghubungkan antara si pengirim dan penerima pesan karena harus lewat perantara yakni operator. Sayangnya, eksistensi pager tidak lama karena harus bersaing dengan telepon seluler berbasis GSM yang mulai ikut ambil bagian dikancah industri telekomunikasi Indonesia. 

Perkembangan teknologi telepon seluler (ponsel) pun sangat pesat. Yang semula hanya bisa melayani telepon dan pesan singkat kini dengan beragam fiturnya ponsel dapat melayani kebutuhan lain penggunanya. Sebut saja fitur email, social networking, fasilitas mengetik dengan format .doc dan membaca dokumen dengan format pdf, serta fitur-fitur multimedia yang dijamin bisa menghibur si pemiliknya. Ponsel pintar, begitu disebutnya. Istilah menterengnya Smart Phone. Kini hadir teknologi ponsel Blackberry (BB). Ini lebih canggih lagi. Menawarkan fitur utama broadcast blackberry messenger (bbm) untuk berkomunikasi sesama pengguna BB setelah saling bertukar pin. 

Selain itu, si pengguna bisa terkoneksi dengan internet kapanpun, dimanapun, asal ada sinyal dan sudah berlangganan dengan provider ponsel bersangkutan. Fasilitas multimedia tetap diperhitungkan. Konsumen ponsel pun semakin dimanjakan oleh sebuah benda sebesar genggaman tangan ini. Sebagian besar masyarakat menjadikan ponsel-ponsel canggih ini sebagai kebutuhan dalam hidup, bukan lagi sekedar keinginan meski, mungkin, banyak pemakainya yang belum maksimal memanfaatkan fitur-fitur yang disediakan. Harga bukan lagi masalah. Siapa yang mampu beli bisa gaya dengan ponsel-ponsel pintar itu. Pun saya merupakan salah satu pengguna Blackberry dengan segala kecanggihannya. Sekedar mendengar cerita terbaru dari kawan tidak perlu lagi jasa pak pos. Bbm menjadikannya mudah. Lintas negara sekalipun.

Sejatinya, ponsel pintar hadir untuk memudahkan penggunanya melakukan beberapa aktifitas. Namun ironis, banyak penggunanya yang tidak sepintar ponsel pintar yang mereka gunakan. Sebut saja penyalahgunaan Blackberry oleh mahasiswa untuk "membantu" mereka menjawab soal-soal ujian dari dosen. Menyontek, demikian nama populernya. Saat ujian berlangsung memang tidak ada peraturan yang menyebutkan ponsel harus diletakkan di meja dosen seperti tas mahasiswa yang harus dikumpulkan di depan kelas. Peraturan hanya menyebutkan ponsel harus digetarkan agar tidak mengganggu ketenangan saat menjawab soal-soal ujian. Celah inilah yang dimanfaatkan mahasiswa.

Saat dosen menerangkan materi, beberapa mahasiswa terlihat mengetikkan sesuatu di blackberry-nya sambil sesekali matanya melihat ke layar infocus. Entah sedang bbm/sms-an dengan teman atau mengetik ulang materi yang sedang disampaikan dosen, secepat dan sesingkat mungkin, yang paham isi ketikannya hanya si empunya blackberry. Lalu, saat ujian berlangsung beberapa mahasiswa nampak sibuk dengan blackberry mereka. Ada yang sekedar bbm/sms-an. Tapi ada yang lagi ngebet alias nyontek, ngintip materi-materi yang sudah diketik sebelumnya. Mereka yang tidak sempat atau malas ngetik ulang tapi terkoneksi dengan internet bisa googling lewat blackberry-nya, cari referensi yang mirip dengan materi dosen dan bisa memberikan "pencerahan" buat menjawab soal-soal ujian. Ini dilakukan mahasiswa sambil sesekali ngelirik dosen yang lagi ngawas di depan.
Ilustrasi: menyontek lewat BB. Sumber gambar di sini

Demikian sekelumit kisah hasil pengamatan saya terhadap para mahasiswa yang ikut di kelas saya di beberapa universitas di Jakarta. Kecurigaan saya bermula saat melihat beberapa mahasiswa yang asik dengan blackberry-nya saat ujian tengah semester (UTS) berlangsung. Agar tidak terlalu mencolok blackberry diletakkan di atas meja. Tangan kiri sibuk mencet-mencet keypad, tangan kanan memindahkan isi materi yang dimaksud. Awalnya saya tidak ambil pusing. Tapi saat melanjutkan materi usai UTS, kembali beberapa mahasiswa yang sama terlihat mengetik ulang materi yang saya sampaikan. Beberapa hari kemudian, saya mengadakan quiz tanpa pemberitahuan sebelumnya. Tak dinyana beberapa mahasiswa yang sama itu kembali memanfaatkan blackberry untuk menyontek. Ada yang tertangkap mata oleh saya, tapi mereka cuek. Nyontek dilanjutkan ketika mereka lengah dari pandangan pengawas. Sekali dua kali dianggap aman, lama-lama jadi kebiasaan. Sungguh memprihatinkan.

"I would prefer even to fail with honor than to win by cheating".
-Sophocles- One of the most influential writers of Ancient Greece.

Padahal saat menjadi mahasiswa itulah kematangan sikap seorang yang menuju dewasa sepenuhnya ditempa. Dan menyontek jauh dari sikap seorang dewasa, juga tidak mencerminkan tanggung jawab. Bukan tidak mungkin perilaku curang ini menjadi tradisi rutin dan terus melekat hingga mereka terjun ke dunia kerja. Entah siapa yang harus disalahkan atas kondisi ini. Rasanya panjang kalau harus merunut ke belakang. Tapi satu hal yang pasti, niat. Ya, niat. Setidaknya ini menurut pemahaman saya.

Kalau mahasiswa hadir di kelas dengan niat untuk sungguh-sungguh belajar, menyimak dengan baik dan mau terlibat dalam diskusi ilmiah, tentunya bukan perkara sulit dalam mengerjakan tugas dan menjawab soal-soal ujian dari dosen. Maka semuanya berpulang pada niat si mahasiswa yang hadir di kelas. Sekedar menuhin persentasi absen sebagai salah satu syarat kelulusan atau memang benar-benar ingin menimba ilmu. Satu hal yang pasti, tidak ada kata toleransi bagi mahasiswa saya yang menyontek. Salam.






Monday, June 25, 2012

485: Bebas Macet

Bus Transjakarta koridor Blok M - Kota sore beberapa hari lalu disesaki oleh penumpang. Kebanyakan penumpang hendak menuju kawasan Jakarta Pusat dan pusat-pusat perbelanjaan di tengah kota Jakarta. Sementara di sebelah jalur khusus bus Transjakarta macet tak terhindarkan. Mobil seolah sedang parkir di jalan raya Jakarta. Saat itu sedang akhir pekan, banyak warga keluar untuk sekedar have fun setelah lima hari berjibaku dengan pekerjaan di kantor. Tidak heran. Apalagi Juni ini banyak event yang mengundang warga untuk datang.

Macet di jalan protokol Sudirman
Jakarta pun bersolek. Baliho aneka warna dan ukuran terpampang di jalan-jalan kota. Isinya beragam. Mulai dari ucapan selamat ulang tahun untuk Kota Jakarta hingga pengumuman diskon besar-besaran di berbagai mall. Jakarta Great Sale. Begitu judulnya. Potongan harga sampai 70 persen, katanya. 

Jakarta juga berhajat. Perhelatan akbar tahunan, sebulan penuh di pertengahan tahun. Pekan Raya Jakarta (PRJ) demikian namanya. Istilah menterengnya Jakarta Fair.
PT Jakarta International expo didapuk untuk mengatur perhelatan rutin tersebut.
Setidaknya 2650 perusahaan berpartisipasi dalam ajang tersebut. Sejumlah artis papan atas juga didatangkan untuk memeriahkan ajang heboh itu sekaligus menghibur pengunjung. Targetnya lebih dari 4 juta orang datang dan transaksi lebih dari 4 triliun rupiah pada ajang PRJ 2012 ini. 

Jakarta memang menggoda. Jakarta Great Sale dan Pekan Raya Jakarta, dua-duanya menawarkan diskon guna menarik pengunjung. Tak ayal aneka barang yang didiskon di sejumlah mall pun diserbu para shopaholic. Layaknya gula yang dikerubuti semut. Di Kemayoran tak kalah seru, meski macet dan harus membayar tiket masuk warga tetap datang. Sekedar melihat pujaan hati mereka beraksi di atas panggung PRJ atau berburu barang-barang idaman dengan tawaran harga dan beragam promosi yang menggiurkan. Atau dua-duanya. Dua event ini rutin diselenggarakan dalam rangka memeriahkan Ulang Tahun Jakarta. Padahal Jakarta tidak lagi muda. 22 Juni 2012, usianya bercokol di angka 485 tahun. Dan layaknya ulang tahun, setiap orang punya wish. Yang mengucapkan selamat ulang tahun pun punya harapan. Semoga ini dan semoga itu. Begitu juga warga yang umumnya bekerja di Jakarta tapi tidak tinggal di sini, commuters. Dan khususnya warga yang benar-benar tinggal dan beraktifitas di Jakarta. Mereka punya segudang, agak lebay memang, harapan untuk Jakarta,  yang menjadi tumpuan hidup mereka, diusianya yang semakin tua. 

Jakarta memang punya sejumlah persoalan yang belum selesai hingga saat ini. Banjir masih kerap bertandang kala musim penghujan tiba. Tak pelak sejumlah daerah jadi langganan terendam air bah kiriman tersebut. Banjir tidak pandang bulu. Jalan protokol Thamrin pun sempat tergenang air yang meluap karena drainase yang terhambat sehingga mengganggu kelancaran arus lalu lintas. Tidak peduli siapa yang mau lewat, rombongan Presiden sekalipun. Banjir bukan satu-satunya masalah yang diharapkan segera tuntas. Masih ada macet. Ini yang terjadi setiap saat. Tak pilih-pilih musim. Panas maupun hujan. Pun tak kenal waktu. Pagi, siang, petang, malam. Macet tetap mewarnai keseharian warga di Jakarta.

Pembangunan fly over di ruas jalan Antasari, Jakarta Selatan
Macam-macam solusi dilakukan untuk mengurangi tingkat kemacetan yang menjadi keluhan nomor satu bagi  warga yang setiap hari bersentuhan dengan Jakarta. Pemerintah bukan tidak bertindak. Under pass dan Fly Over dibangun. Jalan raya di Jakarta masih macet.

Pemprov DKI Jakarta tak habis akal. Sistem transportasi BRT atau Bus Rapid Transit Transmilenio di Bogota, Kolombia, pun dicontek sama persis oleh Pemprov DKI untuk menurunkan kemacetan. Di sini namanya Transjakarta. Tapi warga sudah salah kaprah dengan menyebutnya "busway". Padahal itu adalah jalur khusus bus Transjakarta. Bus Transjakarta tidak sepi peminat. Setiap jam pergi dan pulang kantor penumpangnya berjubel. Pernah suatu kali saya naik bus Transjakarta, petugas amdal yang biasa berjaga di pintu ngambek karena penumpang susah diatur. Si petugas sudah meminta agar dua penumpang saja yang naik karena bus sudah sesak. Tapi yang naik lebih dari dua, pintu tidak bisa ditutup. Si petugas keluar dan berkata, "ya udah kalau gitu saya aja yang turun".
Maunya cepat sampai tapi penumpang susah diatur. Itu hanya salah satu pengalaman saya naik bus Transjakarta koridor Blok M - Kota di suatu sore pada akhir pekan beberapa hari lalu.

Sedianya bus Transjakarta diharapkan dapat mengalihkan warga yang berkendara roda empat untuk menggunakan sarana transportasi ini menuju tempat aktifitas sehingga bisa mengurangi volume kendaraan yang ada di jalan raya ibukota pada waktu-waktu tertentu. Namun, sudah lebih dari sepuluh tahun beroperasi di beberapa koridor bus Transjakarta belum mampu menyelesaikan soal macet. Macet belum selesai. Solusi lain pun dihadirkan. Jalur monorail dibangun di beberapa titik strategis. Hasilnya nihil. Jangankan berperan menurunkan tingkat kemacetan. Pembangunannya saja tidak selesai. Terhalang dana. Sia-sia jadinya.
Proses pembangunan fly over di ruas jalan Antasari

Soal macet benar-benar masih menjadi pekerjaan rumah Pemprov DKI Jakarta. Entah bagaimana cara yang paling ampuh, warga hanya ingin bebas dari macet. Pengen nyaman berada di jalan raya Jakarta. Rasanya, itu harapan yang paling sederhana.

Kurang dari sebulan lagi, 11 Juli 2012, warga ber-KTP Jakarta yang sudah punya hak pilih akan memilih satu dari enam kandidat yang mereka percaya untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur periode lima tahun mendatang. Salah satu kandidat berjanji akan menambah 1000 unit bus Transjakarta.  
Kalau, sekali lagi kalau, dia dan wakilnya terpilih. Nah, mampukah kiranya kandidat terpilih nanti menyelesaikan soal macet yang sepertinya sudah mengakar ini?
Tindakan nyata mereka sangat dinantikan oleh warga.

Saya memang bukan warga yang ber-KTP Jakarta. Tapi sehari-hari, aktifitas saya bersentuhan langsung dengan Jakarta yang mau tidak mau harus rela menikmati macet di jalan rayanya. Karena itu saya pun berharap sama dengan warga Jakarta kebanyakan. Pengen Jakarta bebas macet diusianya yang makin tua. Seperti yang dituliskan beberapa orang teman saya di status bbm-nya saat Jakarta nambah usia: 485, Bebas Macet...

Ngomong-ngomong, Selamat Ulang Tahun ke-485 Jakarta. Semoga tidak menjadi Jakarta yang makin tua, makin macet...!!!

Friday, June 22, 2012

Romantika Bocah


Lucu, polos, jujur, dan menggemaskan. Semua itu terpancar dari wajah mereka. Mereka bisa menjadi penurut. Tapi bisa juga menjadi pembangkang. Banyak yang berprestasi. Gemilang. Membanggakan. Tapi tidak sedikit yang menjadi cemoohan. Semua tergantung bagaimana kita mendidik dan membimbing mereka. Demikian pemahaman saya tentang anak-anak.

Pertemuan saya dengan dua orang bocah, yang wajahnya terpampang pada foto di samping, beberapa waktu lalu tak hentinya membuat saya tersenyum. Senyum karena tingkah pola mereka yang menggemaskan dan lucu. Akrab. Romantisme bocah
Mereka ikut berjualan dengan orang tua masing-masing di sebuah pasar tradisional di bilangan Jakarta Selatan. Sambil menunggu, asik bercengkrama. Bermain masak-masakan. Demikian saya menyebutnya waktu kecil dulu. Sisa-sisa sayuran dipotong-potong. Bergantian berperan sebagai penjual dan pembeli dengan beragam ekspresi yang bisa diungkapkan lewat wajah polos mereka. Mereka tidak peduli dengan beban hidup yang, mungkin, menghimpit orang tua mereka. Seolah tidak ingin persoalan orang tua merenggut keceriaan masa kanak-kanak mereka.

"Only where children gather is there any real chance of fun".                                                       -Mignon McLaughlin, journalist and author-
Sejatinya anak-anak menikmati masa kecil mereka, bermain, tanpa harus risau dengan segala persoalan orang tua. Bahkan mereka diharapkan aktif sejak dini. Tentu, aktif dalam artian positif. Sebuah penelitian menunjukkan anak-anak usia sekolah dasar yang aktif cenderung lebih sehat saat beranjak dewasa. Karena itu, disarankan anak-anak harus beraktifitas fisik selama 60 menit sehari. Itu waktu yang ideal menurut penelitan yang dilansir oleh situs BBC Indonesia . Bukan hanya aktifitas fisik, menurut saya, tapi perhatian orang tua juga punya peran penting untuk masa depan anak. Kasih sayang, sandang, pangan, dan papan yang memadai adalah bentuk perwujudan dari perhatian itu. Tidak bisa ditawar!!

Sayangnya, tidak semua anak Indonesia punya kesempatan untuk benar-benar menikmati momen itu, bermain & beraktifitas. Ceria, riang gembira, bersama kawan. Sedikitnya masih ada 4,5 juta anak terlantar yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Dengan berbagai alasan, mereka seolah terhempas dari lingkaran kenyamanan yang seharusnya diciptakan oleh orang tua atau setidaknya dewasa yang diembankan tanggung jawab untuk merawat mereka. Negara pun mengambil alih. Ironisnya, dana senilai 285 miliar rupiah yang dimiliki Kementerian Sosial hanya cukup untuk membiayai 175 ribu anak terlantar di seluruh Indonesia. Kemensos berdalih diperlukan kerja sama dengan pemerintah pusat, pemprov, pemda, dan komponen lain untuk mengatasi anak-anak terlantar ini. Siapa pun. Pastinya juga, banyak hal yang bisa dilakukan. Apa pun. Asal ada niat dan benar-benar bertindak.

     "Children are our most valuable resource".

                               -Herbert Hoover, 31st U.S. President-

Mungkin terdengar klise. Tapi bocah-bocah polos menggemaskan itu kelak menggantikan Bapak Presiden, Wakil Presiden, para menteri, Bapak dan Ibu hakim yang terhormat, yang saat ini tengah menikmati kekuasaannya. Mereka juga yang nanti akan mengisi sederet posisi penting lainnya termasuk menjadi wakil rakyat yang mumpuni dan berakhlak mulia guna membawa Indonesia sejajar dengan negara maju di dunia. Di genggaman tangan mereka impian negara Indonesia yang lebih baik di kemudian hari bisa terwujud. Di pundak mereka juga tanggung jawab keberlangsungan hidup negara ini di masa depan. Saya mungkin bukan ahli dalam mengatasi permasalahan ini. Maka apa yang tertuang dalam tulisan ini hanyalah sedikit kegelisahan demi melihat masih banyak bocah-bocah lucu nan polos berkeliaran di jalan sebagai pengemis, pengamen, terlunta tanpa pengawasan. Menjadikan mereka anak-anak yang liar.


Akhir kata izinkan saya kembali mengutip seorang tokoh dunia, sekedar mengingatkan agar romantika bocah-bocah lucu, lugu, dan menggemaskan itu tetap dapat membuat kita tersenyum.
"Hugs can do great amounts of good, especially for children."
 -Princess Diana, Princess of Wales-




Wednesday, June 20, 2012

Getting started...

Berencana itu mudah. Sangat mudah malah. Tinggal berkhayal sedikit dalam angan-angan lalu ide yang muncul dimatangkan. Yang susah, kadangkala, adalah saat ide yang sudah terencana itu mau direalisasikan. Ada saja halangannya. Yang paling besar, menurut saya, mengalahkan sikap menunda. Menunda mewujudkan rencana-rencana itu. Setidaknya itulah yang sering saya alami termasuk ketika ingin mewujudkan rencana membuat blog. Konsep sudah dipikirkan dengan matang. Semua sudah diolah di dalam kepala tinggal dituangkan dalam blog. Tapi rencana tinggal rencana. Maka hari ini baru terwujud.

Suatu kali, seorang guru di tempat kursus bahasa membahas mengenai kata "put off". Sang guru meminta setiap peserta untuk menceritakan pengalaman karena "menunda" sesuatu. Seperti tersentak dari lamunan, seketika saya merasa malu karena sering menunda melakukan sesuatu yang penting. Pernah saya kehilangan kesempatan karena menunda membuat surat lamaran untuk sebuah perusahaan yang menawarkan posisi sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman saya. Hingga deadline yang ditentukan surat lamaran tersebut tidak pernah dibuat. Menyesalnya sampai diubun-ubun. Merutuki diri. Tapi menyesal kemudian tiada guna.

    photo property of ken


Berangkat dari pengalaman sepet, kalau tidak mau dibilang pahit, itu maka saya segera meluangkan waktu untuk membuat blog ini. Hasrat menulis dan berbagi pengalaman dalam hidup saya dengan siapapun sudah diujung. Kalau boleh diibaratkan, seperti jabang bayi yang ketubannya sudah pecah dan mau cepat-cepat check out dari perut sang ibu. Anda yang mau mampir silahkan menikmati apa yang saya baru bisa sajikan. Jika tidak tertarik, tidak ada paksaan. Nah, happy reading...!!!